Bagi masyarakat muslim Indonesia, ibadah selalu
diperlengkapi dengan berbagai macam tindakan yang menunjang ibadah itu
sendiri, yang selanjutnya di kenal dengan tradisi. Sebagian banyak
tradisi tersebut merupakan hasil dari keterpengaruhan antara budaya
local dengan Islam. Kita mengenal ngabuburit, kultum, kolak, buka puasa
bersama, mudik dan lainsebagainya di sekitar puasa. Kita juga mengenal
tahlilan, talqin, tujuh hari dan seterusnya dalam tradisi kematian. Dan
juga walimatus safar bagi ibadah haji. Hal ini merupakan karakter Islam
Indonesia yang tidak dimiliki oleh Islam yang lain. Tradisi ini tidak
muncul begitu saja, ia memiliki sejarah panjang. Sejarah itu menunjukkan
bahwa berbagai tradisi tersebut dilahirkan melalui pemikiran yang dalam
oleh para kyai dan ulama pendahulu melalui berbagai pertimbangan
soiologis. Apa yang dilakukan para ulam terdahulu ini, bukanlah sekedar
istinbath al-hukmi tetapi menciptakan lahan ibadah tersendiri yang dapat
diisi dan dipenuhi dengan pahala bagi yang menjalankannya.
Di tengah gelombang globalisasi dan modernisasi, tradisi semacam ini haruslah dijaga untuk membentengi masyarakat dari individualism yang akut. Akan tetapi di kemudian hari, mereka yang tidak tahu dan tidak mau belajar sejarah menggugat beberapa tradisi itu dengan menganggapnya sebagai hal bid’ah, bahkan menghukumi para pelakunya sebagai pendosa. Naudzubillah min dzalik.
Begitu juga halnya dengan walimatussafar. Para ulama pendahulu tidak mungkin mewariskan tradisi kepada anak-cucunya sebuah bid’ah tanpa alasan. Terbukti dalam sebuah hadits diterangkan:
عن جابر بن عبدالله رضى الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم لماقدم المدينة نحر جزورا اوبقرة (صحيح البخارى, باب الطعم عند القدوم)
Artinya: hadits diceritakan oleh Jabir bin Abdullah ra. Bahwa ketika
Rasulullah saw datang ke madinah (usai melaksanakan ibadah haji), beliau
menyembelih kambing atau sapi (Shahih Bukhari, babut Ta’mi indal
qudum)
Rasa syukur atas ni’mat yang begitu besar karena telah diberi kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji setelah melunasi ONH, diapresiasikan dalam bentuk walimatus safar yang dilakukan menjelang pemberangkatan. Di samping mengungkapkan rasa syukur, momen walimatus safar juga bermanfaat untuk berpamitan dan mohon do’a restu kepada para tetangga dan keluarga. Di sinilah kelebihan tradisi Islam di Indonesia. Selalu mempertimbangkan kebersamaan dan kekeluargaan dalam sebuah peribadatan, selain juga ridha Allah swt sebagai tujuan yang utama.
"Bibi semoga menjadi Haji Mabrur", ais minta doanya..
Di tengah gelombang globalisasi dan modernisasi, tradisi semacam ini haruslah dijaga untuk membentengi masyarakat dari individualism yang akut. Akan tetapi di kemudian hari, mereka yang tidak tahu dan tidak mau belajar sejarah menggugat beberapa tradisi itu dengan menganggapnya sebagai hal bid’ah, bahkan menghukumi para pelakunya sebagai pendosa. Naudzubillah min dzalik.
Begitu juga halnya dengan walimatussafar. Para ulama pendahulu tidak mungkin mewariskan tradisi kepada anak-cucunya sebuah bid’ah tanpa alasan. Terbukti dalam sebuah hadits diterangkan:
عن جابر بن عبدالله رضى الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم لماقدم المدينة نحر جزورا اوبقرة (صحيح البخارى, باب الطعم عند القدوم)
Begitu pula yang diterangkan dalam al-Fiqhul Wadhih
يستحب للحاج
بعد رجوعه الى بلده ان ينحر جملا او بقرة او يذبح شاة للفقراء والمساكين
والجيران والاخوان تقربا الى الله عزوجل كمافعل النبي صلى الله عليه وسلم
Artinya: disunnahkan bagi orang yang baru pulang haji untuk
menyembelih seekor onta atau sapi atau kambing untuk diberikan kepada
faqir, miskin, tetangga, saudara. Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan
diri kepada Allah swt seperti yang dilakukan Rasulullah saw. (al-fiqhul
wadhih minal kitab wassunnah, juz I . hal 673Rasa syukur atas ni’mat yang begitu besar karena telah diberi kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji setelah melunasi ONH, diapresiasikan dalam bentuk walimatus safar yang dilakukan menjelang pemberangkatan. Di samping mengungkapkan rasa syukur, momen walimatus safar juga bermanfaat untuk berpamitan dan mohon do’a restu kepada para tetangga dan keluarga. Di sinilah kelebihan tradisi Islam di Indonesia. Selalu mempertimbangkan kebersamaan dan kekeluargaan dalam sebuah peribadatan, selain juga ridha Allah swt sebagai tujuan yang utama.